Selasa, 26 Juni 2012

JANGAN MENYERAH!


Jangan Menyerah!
Siang ini,dengan setengah berlari aku bergegas menuju kampus. Jalan setapak ini merupakan pemisah antara kampus dengan rumah kos ku. Sebenarnya hari ini hampir semua universitas negeri telah memasuki libur pasca ujian akhir semester. Hanya mahasiswa yang mengambil semester pendek seperti ku saja yang masih berkeliaran di sekitar kampus. Aku harus bergegas mengurus jadwal semester pendekku. Kuliah ini aku lakukan untuk memperbaiki nilai C pada semester lalu.
            Seperti yang telah ku pikirkan, tak banyak mahasiswa yang datang. Tanpa memperpanjang waktu, pengumuman-pengumuman yang tertempel di papan itu langsung ku sapu bersih. ’seminar nasional’, bukan itu yang ku cari, ‘kehilangan’, juga bukan ini. ‘pengumuman bagi mahasiswa yang mengambil SP(Semester Pendek)’,nah, ini dia. Bagi mahasiswa yang tersebut namanya di bawah ini, harap menemui kepala prodi(program studi), itu penggalan kata yang bisa ku baca dengan jelas, dan dibawahnya terdapat namaku. Dengan perasaan setengah bingung aku mencoba menerobos sekelompok mahasiswa yang berdiri di depan ruangan bapak kepala prodi.sebagian besar mereka telah memasang wajah suntuk dalam barisan itu.
“Kira-kira kesalahan apa yang telah ku perbuat hingga nama ku tertulis di papan pengumuman itu?” kalimat itu terus berputar-putar di kepala ku sambil menunggu antrian di antara mahasiswa-mahasiswa yang berjubel menunggu giliran. Berangsur-angsur antrian itu berkurang ,
“ Ah... terbuang sudah uang ku” Kata itu yang diucapkan dari salah satu mahasiswa yang keluar dari ruangan. Tibalah giliranku masuk.
”mahasiswa yang selanjutnya silahkan masuk..” Suara dari dalam ruangan semakin membuat ku cemas.
“Siapa nama anda?” Bapak ketua prodi yang kukenal humor itu berubah menjadi lebih garang.
“saya Ninda Tri Utami pak, dari jurusan pendidikan bahasa ingggris tahun 2010.”Aku berusaha bersikap tenang.
“ Oh ya, disini tercatat bahwa anda telah melakukan kesalahan dalam prosedur pengambilan kuliah SP pada satu mata kuliah jurusan, ini artinya anda tidak bisa mengikuti perkulahan ini.”
“tapi pak saya sudah membayarnya, dan saya juga telah memasukkan mata kuliah itu ke dalam portal saya. Jika itu memang kesalahan saya, apa tidak ada toleransinya pak?.”aku berusaha melakukan pembelaan.
“ saya tahu, tapi semuanya kan ada prosedurnya, dan anda telah menyalahinya. Mengenai pembayaran yang telah anda lakukan, itu kesalahan anda. Seperti yang tertera dalam surat keputusan rektor, uang yang telah di bayarkan tidak bisa ditarik kembali. Jadi, lain kali anda harus lebih berhati-hati. Pastikan dulu anda telah mengikuti prosedur dengan benar. Saya rasa sudah cukup jelas. Jika tak ada masalah lain, anda boleh keluar. Mahasiswa selanjutnya silahkan masuk...”
Aku keluar dengan langkah gontai. Jadi aku tak bisa memperbaiki nilai ku? Perasaan kacau berkecamuk di kepala ku. Butiran air yang masih hangat mengalir dari sudut mata ku. Rasanya hati ku perih bak tersayat sembilu. Ku tenangkan diri ku di atas kursi besi di depan jurusan yang sebagian besar badan kursi itu telah  di duduki oleh sejejeran mahasiswa. Mereka tengah bercengkrama, ku perhatikan mereka sejenak. Semakin perih hati ku melihat mereka tergelak terkekeh-kekeh dengan sendau gurau riuh sesamanya. Tampaknya mereka begitu bahagia, mereka seperti tak ada beban. Pikiran ku menerawang jauh, dua hari yang lalu adik ku mengabarkan bahwa ibuku tengah sakit. Mereka menyuruh ku untuk segera pulang. Namun, jika aku pulang, aku tidak akan bisa balik lagi sampai semester baru dimulai. Perjalanan Padang-Lampung memakan waktu 48 jam. Pulang dengan membawa beberapa nilai C akan membuat aku resah di sepanjang jalan. Untuk itu, aku berusaha menjelaskan sebaik mungkin untuk diberi izin lebih lama lagi di kota Padang ini.
Akhirnya, aku di beri izin untuk mengambil SP. Untuk membayar uang kuliah ini aku mengorbankan banyak hal. Aku bekerja di sebuah catering, tak jauh dari rumah kosku sebagai pelayan jika ada pesanan untuk pernikahan. Biasanya untuk kerja dari pukul 7 pagi hingga pukul 8 malamnya aku mendapatkan gaji lima puluh ribu rupiah. Setelah itu, tak bisa dikatakan lagi letihnya tubuh. Belum lagi beban mental yang kami tanggung. Tak jarang orang-orang memandang kami rendah sebagai pegawai catering. Bahkan, kami sering mendapat hinaan dari pemesan yang merasa tidak puas dengan layanan kami. Itu aku lakukan setiap akhir pekan. Hanya keluarga dan cita-cita saja yang menyemangati aku untuk tetap terus bertahan disisni.
Untuk mengejar biaya kuliah SP ini, aku harus bekerja extra. Aku harus mengorbankan waktu tidur ku. Aku ikut membantu memasak hingga pukul 2 malam. Subuhnya aku juga harus siap untuk terjun kelokasi pesta sebagai pelayan hidangan hingga malamnya lagi. Tulang dibadanku sudah tak terasa lagi. Letih yang tak terkira tak lagi ku hiraukan. Tapi sebagai manusia biasa, tentu aku mempunyai keterbatasan. Aku tidak bisa memaksakan lagi tenaga ku. Hasilnya, caci-maki itu keluar juga dari pihak pemesan yang merasa tidak puas dengan layananku waktu itu “ mengapa saja kerja mu? Dasar tak punya otak!” ya Rabbh.. begitu besarnya cobaan ini. Jika saja aku dikaruniai kedua orang tua yang sehat dan harta yang cukup, mungkin aku tidak harus merasakan kepedihan ini.
“Astaghfirullah..”. ampuni hamba ya Allah.. kuatkan hamba.. jangan biarkan hamba menentang takdir dan terjatuh dalam kekufuran...
Semakin deras air mata ku berjatuhan. Dan kini aku merelakan begitu saja uang yang telah susah payah ku dapat kan tanpa hasil? Aku yakin bapak itu punya hati, aku akan mencoba sekali lagi. Aku berdiri dari kursi besi itu dan berbalik menuju barisan segerombolan mahasiswa tadi. Aku sengaja berdiri di barisan paling akhir karena aku tak mau yang lainnya terganggu karena aksi protes ku. Kurang lebih sejam aku mematung di depan ruangan bapak kepala prodi, akhirnya tibalah waktunya. Aku berusaha setenang mungkin
“ Permisi pak, saya ninda”
“Ya, ada keperluan apa lagi?” bapak itu mencoba memahami ku.
Maaf pak, untuk masalah ini saya tidak bisa menerima pak, mungkin bagi teman-teman yang lain itu hal biasa, mereka bisa mendapatkan uang itu dari orang tua mereka dengan gampang. Tapi tidak bagi saya pak. Saya mendapatkan uang itu denga susah payah bercucuran keringat pak. Saya direndahkan dan di caci maki...” aku hilang kendali, semua terucap begitu saja, mata ku berkaca-kaca dan tak terbendung lagi. Usaha untuk tenang tidak lagi bekerja. Bapak itu tercengang mendengar ucapan ku, raut wajahnya berangsur lunak. Aku berusaha mengendalikan diri ku lagi setelah bapak itu mengambil alih pembicaraan “Maaf, mungkin ini tidak ada hubungannya dengan mata kuliah yang anda ambil, tapi ini ada hubungannya dengan hasil akademis anda, bisa anda ceritakan lebih jelasnya tentang masalah anda?” Seprtinya aku menangkap sinyal keingintahuan dari pertanyaan bapak itu. Sudah kepalang basah, ku ceritakan semuanya, tentang keadaan orang tua ku yang sakit, aku yang bekerja sambil mengirimi orang tua uang, tentang keluarga ku yang akhirnya pindah dan terpaksa meninggalkan ku sendiri disini untuk melanjutkan kuliah, dan tentang kerja sambilan di catering untuk biaya sehari-hari. Akhirnya bapak itu luluh. Beliau mengacungkan jempol atas perjuangan ku.
 “Banyak mahasiswa yang punya kesempatan tapi menyia-nyia kannya, namun, ananda, dengan segala keterbatasan ananda, ananda mampu memanfaatkan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya. Saya bangga mempunyai mahasiswa seperti ananda.” Itu kata-kata terbaik yang aku dapatkan dari beliau. Dengan senyum yang berat bapak itu mengabulkan kuliah SP ku. Syukur tak terkira terbesit saat bapak itu mengizinkan aku masuk kuliah. Seandainya aku tidak malu, mungkin aku sudah melompat-lompat saking senangnya. Tapi aku harus control. Terimakasih bapak kepala prodi.
Aku tahu, jika tidak begini, aku tak akan bisa melangkah sejauh ini. Rasanya sudah begitu banyak kepedihan yang tergores untuk menuju ke tempat ini. Kilas balik perjuanganku hingga menuju Universitas Negeri Padang kembali membayang. Dari mulai Sekolah Dasar, aku tinggal kelas, bangkit, lalu menjadi juara kelas. Masuk Sekolah Menengah, aku memegang kejuaraan olimpiade kabupaten. Dan untuk meneruskan kejenjang pendidikan selanjutnya aku mendapatkan beasiswa dari Pemerintah Daerah di sebuah sekolah Bersejarah, SMA INS Kayutanam. Dimasa ini, aku juga menemukan kesulitan. Dari empat orang teman se-SMPku, hanya aku yang tidak diterima, padahal boleh di katakan mutu akademis ku lebih tinggi dari mereka. Hanya saja dompet mereka lebih tebal dari ku. Karena keberanian dan keinginan yang sungguh-sungguh juga aku bisa diterima. Ku datangi kantor kepala dinas untuk berbicara langsung dengan bapak kepalanya. Melihat kesungguhanku hati siapa yang tak luluh. Sejak saat itu, tak ada lagi di kamusku kata ‘tak mungkin’.
Kala itu yang ku tahu aku hanya memiliki sebuah cita-cita, ‘jadi seorang dokter’. Seiring waktu, aku bisa mengerti, cita-cita itu tak dapat ku gapai. Aku sadar dengan keadaanku. Tapi aku tidak menyerah, tidak bisa masuk ke fakultas kedokteran bukan berati aku gagal mewujudkan cita-cita ku. Tanpa tahu darimana nanti aku memperoleh biaya perkuliahan, aku melakukan pendaftaran ulang. Aku lulus di jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Biaya itu didapatkan orang tua ku dari menjual apa yang bisa dijual, dan meminjam kesana-kemari. Sekarang, ini lah mimpi ku. Bagiku, menjadi seorang guru jauh lebih sukses dari pada menjadi seorang dokter. Sederhananya, aku bisa mewujudkan banyak cita-cita dari calon-calon dokter dari siswa-siswa yang aku didik kelak.
Aku tak pernah menyesal lulus di jurusan ini. Justru, aku sangat bersyukur. Meskipun harus berpisah dengan keluarga dan bekerja keras untuk meneruskannya, aku tetap bersyukur. “jalan akan selalu ada untuk orang yang mau berusaha” itu kata-kata yang selalu menguatkanku saat aku mulai letih. Sekarang aku telah menjadi mahasiswa semester empat. Jika dulu aku membayangkan kuliah harus punya banyak uang, maka aku tidak akan pernah bisa duduk di depan jurusan ini. Allah telah menyusun rencana yang indah di setiap usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh.

Penulis: INDAH PERMATA SARI, mahasiswa jurusan pendidikan bahasa inggris Universitas Negeri Padang, Padang, 23 Juni 2012.( Terinspirasi dari kisah ku sendiri)